Surabaya, Dapur Pergerakan Bangsa

KH Mas Mansur dan Ir. Soekarno

Sejarah mencatat dengan tinta emas peristiwa heroik 10 Nopember 1945 di Surabaya. Patriotisme Arek-arek Suroboyo spontan tersebar ke pelosok nusantara.

Dibalik kisah 10 Nopember 1945 sejarah juga mencatat pergerakan perjuangan bangsa bermula di Surabaya. Adalah Kampung Peneleh yang menjadi saksi bahwa rumah guru bangsa Cokroaminoto itu menjadi salah satu dapur pergerakan yang kelak melahirkan banyak pemimpin bangsa diantaranya Ir. Soekarno dan KH. Mas Mansur

Catatan lebih lanjut tentang Surabaya sebagai dapur pergerakan akan berlanjut di posting berikutnya.

👌🙏🙏🙏

Ampel Denta Surabaya Dan Persahabatan Dua Pemuka Bangsa, Ir. Soekarno dan KH. Mas Mansur link 👉 https://t.co/tl8oGKjPAf

Bupatiku Sang Pecinta Kopi

Spontan ada memori yang hadir melintas kembali ketika mendapati sebuah berkas dlm amplop besar berwarna coklat diantara tumpukan buku2 eks taman bacaan arjuna yang sedang ditata ulang pasca kepindahan base camp dari jl arjuna ke sekretariat yayasan di tempeh.

Dalam amplop coklat itu terdapat selembar surat tanda apresiasi atas keikutsertaan semeru creative sebagai satu-satunya stand yg menampilkan produk kopi semeru pada sebuah event yg dihelat pemkab di KWT th 2012 silam.

Awalnya eksistensi kopi semeru dan kopi lumajang pada umumnya masihlah diragukan bahkan bisa dibilang tenggelam diantara popularitas kopi amtirdam -ampelgading-tirtoyudo-dampit (baca : amsterdam) dan inovasi produk kopi yang dikembangkan oleh ptpn12 ditambah lagi semakin banyaknya kompetiter pabrikan dengan penetrasi pasar yang besar dan standarisasi mutu yang diberlakukan.

Situasi tersebut bisa dibilang merupakan titik nol dimana semeru creative bersama jaringan petani lereng semeru atas support para pihak mulai menerapkan praktek budidaya yang lebih baik mulai dari petik merah, sortasi, grading s.d pemrosesan biji kopi dan pengemasan. 

Isu organik yang sedang booming punya andil dalam menghadirkan pasar kopi yang lebih berkualitas dimana pembudidaya kopi pada akhirnya menemukan harapan baru untuk bisa naik kelas.

Seiring harapan itulah kopi semeru mulai aktif mengikuti event dan kontes salah satunya mengikuti kontes kopi specialty “The 3th Indonesian Specialty Coffee Contest 2010” yang digelar oleh ICCRI di Bali dan berhasil menjadi juara kedua untuk jenis kopi robusta.

Sejak itulah beberapa media meliput & mengabarkan dan kopi semeru mulai “dilirik” sehingga th 2011 di event tingkat jawa timur kopi semeru dipercaya mewakili pemkab Lumajang dan menjadi juara 1 lomba cita rasa kopi bubuk robusta.

Kembali ke soal amplop coklat tadi, bukan sekedar selembar ucapan terimakasih melainkan isyarat kuat adanya espektasi dan perhatian terhadap perkembangan kopi di bumi semeru di masa yg akan datang. 

Harapan orang nomer satu di lumajang kala itu sederhana agar lumajang tidak hanya dikenal orang sebagai kota pisang.

Harus lahir primadona-primadona baru dari lereng semeru dan salah satu potensi unggulan yang bisa diikhtiarkan adalah kopi. Pak Bupati tak ketinggalan ikut nyeruput kopi semeru yang disajikan secara spesial pagi itu.

Melihat besarnya atensi & support Pak Bupati kala itu tidaklah berlebihan jika Allahuyarham akan selalu dikenang juga sebagai sosok bupati pecinta kopi. 

Sekarang buah dari proses panjang itu mulai terlihat. Festival kopi lereng semeru (kolesem) sudah menjadi agenda rutin tahunan pemkab belum lagi event nyeruput kopi yang beberapa waktu lalu sukses digelar sebanyak 1.255 cangkir sesuai tahun kelahiran lumajang.

Dengan keberpihakan pemangku kebijakan terhadap peluang dan potensi yang ada akan lebih mudah mewujudkan harapan baru untuk menjadikan Lumajang sebagai destinasi bagi para pecinta alam dan penikmat kopi…Wallahua’lam

#UntukSebuahNama #PhotoStory #MataAirLerengSemeru

Baca juga Posting :

“Pengembara Tionghoa Perancang Bangunan Bersejarah Di Tanah Madura”, https://t.co/HWdvx9hHRk

Persahabatan Yang Bisa Mengantarkan Kita Ke Syurga

Persahabatan Buya Hamka dan M Natsir selalu menarik dibicarakan serta direferensikan untuk dijadikan teladan, peran keduanya dalam memandu ummat serta menggelorakan pergerakan islam dan kebangsaan yang dulu sebelum orde reformasi seolah terpendam belakangan ini mulai banyak dikemukakan.

Ditengah beratnya medan pergerakan kedua guru bangsa ini saling mengisi dan memotivasi sebagaimana gambaran sajak berikut ini :

KEPADA SAUDARAKU M. NATSIR

Meskipun bersilang keris di leher
Berkilat pedang di hadapan matamu
Namun yang benar kau sebut juga benar
Cita Muhammad biarlah lahir
Bongkar apinya sampai bertemu
Hidangkan di atas persada nusa

Jibril berdiri sebelah kananmu .
Mikail berdiri sebelah kiri.
Lindungan Ilahi memberimu tenaga
Suka dan duka kita hadapi.

Suaramu wahai Natsir, suara kaum-mu
Kemana lagi, Natsir kemana kita lagi
Ini berjuta kawan sepaham.
Hidup dan mati bersama-sama.

Untuk menuntut Ridha Ilahi.
Dan aku pun masukkan Dalam daftarmu……!

(Puisi tsb di tulis secara khusus untuk Pak Natsir,  pada tgl 13 Nov 1957 setelah mendengar uraian pidato Pak Natsir dengan tegas menawarkan kepada Sidang Konstituante agar menjadikan islam sebagai dasar negara RI)

2 Th kemudian Pak Natsir pun membalas dengan Sajak untuk Buya Hamka.

DAFTAR

Saudaraku Hamka, Lama suaramu tak kudengar lagi.
Lama…Kadang-kadang di tengah-tengah si pongah mortir dan mitralyur
Dentuman bom dan meriam sahut-menyahut
Kudengar tingkatan irama sajakmu itu
Yang pernah kau hadiahkan kepadaku.

Entahlah, tak kunjung namamu bertemu di dalam ”Daftar”.
Tiba-tiba di tengah-tengah gemuruh ancaman dan gertakan
Rayuan umbuk dan umbai silih berganti
Melantang menyambar api kalimah hak dari mulutmu
Yang biasa bersenandung itu
Seakan tak terhiraukan olehmu bahaya mengancam.

Aku tersentak darahku berdebar
Air mataku menyenak, Girang diliputi syukur
Pancangkan ! Pancangkan olehmu wahai Bilal !
Pancangkan Pandji-pandji Kalimah Tauhid, Walau karihal kafirun…
Berjuta kawan sefaham bersiap masuk Kedalam ”daftarmu” … *

Saudaramu (23 Mei 1959)
Baca juga Posting :

“Pengembara Tionghoa Perancang Bangunan Bersejarah Di Tanah Madura”, https://t.co/HWdvx9hHRk

Ibu dan Bahasa Ibu…

Tiga dara dari Madura, foto diatas di ambil pada pertengahan th 50-an di Sumenep. Dalam foto itu Ibu saya ditengah diapit Budhe dan Bulik, 3 orang dari 13 bersaudara.

“Bahasa menunjukkan bangsa” adalah ujaran yang populer, analisis lebih lanjut mengungkap fakta bahwa ibu sangat berperan meletakkan pondasi berbahasa bagi anak-anaknya karenanya dapat dimaklumi jika kemudian hadir istilah Bahasa ibu. Dominasi ibu dalam kepengasuhan memegang peran utama dalam pembentukan karakter dan warna berbahasa kita.

Kawasan tapal kuda tempat dimana Keluarga saya tinggal merupakan zona pembauran dimana budaya Madura dan budaya jawa saling mengisi dan mewarnai hingga pada akhirnya membentuk corak budaya baru yang disebut pendalungan. Ibu saya Lahir dan besar di pulau Madura sehingga bahasa madura sebagai bahasa ibu tentu sangat dominan dalam pembentukan karakter berbahasa bagi kami anak-anaknya.

Catatan yang menarik adalah adanya transformasi penggunaan bahasa ibu pada saat beliau tinggal di Lumajang, faktanya kami nyaris tak pernah mendengar beliau berkomunikasi dalam bahasa madura meski ayah saya sebagai orang jawa sangat fasih berbahasa madura. Setahu saya bahasa jawa ibu saya sangat halus baik dari aksen maupun pemilihan kosakatanya, bahkan beliau pula yang mengajarkan kepada kami untuk berbahasa jawa halus (=kromo) sebagai penghormatan bila berbicara kepada ayah dan kepada siapa saja yang kami tuakan. Sungguh sangat jauh dari kesan kalau beliau itu sebenarnya “orang madura”

Walhasil bahasa ibu bukanlah bahasa asli ibu melainkan  apapun bahasa yang diajarkan kepada anak-anaknya…Wallahua’lam
Baca juga Posting :

“Pengembara Tionghoa Perancang Bangunan Bersejarah Di Tanah Madura”, https://t.co/HWdvx9hHRk

Manusia 1%

Tatkala terbentang dihadapan kita sebuah pilihan menjadi manusia 1% ataukah manusia 99% ?!?! pasti pilihannya pada yang kedua sebagai manusia 99%. Apa sebabnya? tentu saja karena yang kedua 99 kali lipat lebih berharga dibandingkan yang pertama.

Tapi jangan lupa ibarat perlombaan keduanya masih harus tetap melanjutkan perjuangannya hingga menyentuh finish di titik 100%.

Manusia 99% adalah manusia yang sedang mendaki anak tangga terakhirnya sebelum sukses sampai ke puncak. di titian 1% terakhir itulah pada umumnya batu ujian yang sebenarnya datang secara bertubi tubi silih berganti, ibarat ranting-ranting pohon semakin keatas justru angin akan semakin kencang berhembus. Betapa banyak diantara kita yang terlahir sebagai manusia 99% namun pada akhirnya gagal dan harus kembali memulai dari titik nol lagi.

Impianku Proposal Hidupku…

Ada tersebut sebuah hadist yang banyak dikutip dan menjadi sumber referensi tentang bagaimana tangan-tangan sang pencipta bekerja bahwa sang kausa prima itu hakikatnya “ada” dan “bekerja” menuruti persangkaan (=prasangka) hamba hamba-NYA, atas pernyataan tersebut alangkah beruntungnya kita yang senantiasa berprasangka baik terhadap ketetapan dan ketentuan Allah SWT yang berlaku dalam kehidupan kita.

Seringkali kita terlupa betapa prasangka itu tidak hadir dengan begitu saja, ada bisikan nurani, dorongan akal pikiran serta rongrongan hawa nafsu yang senantiasa saling beradu, bereaksi & bersenyawa di dalam relung kalbu kita hingga pada saatnya ia akan terpanggil keluar sebagai sebentuk refleks yang mengalir secara alamiah & spontan.

Prasangka yang baik diyakini akan mampu mengetuk dan membuka pintu-pintu kebaikan karenanya menjadi penting bagi kita untuk menguatkan keyakinan bahwa hanya dengan berpikir positif dan berprasangka baik maka layar kehidupan kita akan terus terkembang.

Diatas prasangka baik itulah jangan pernah kita takut untuk “bermimpi”, mari kita membuat sketsa & menyusun kartu -kartu masa depan yang ingin kita mainkan. Impian demi impian itulah yang kita naikkan bersama dengan niat dan keteguhan hati sebagai proposal kita kepada Tuhan.
Inilah Impianku Proposal Hidupku…Kunaikkan beserta sebait untaian doa semoga bisa tembus dan mendapat persetujuan dari langit dari sang penguasa semesta yang maha pemurah… Aamiin